← Back Published on

Hybrid Event: Menantang atau Beban?

Kegiatan yang sudah direncanakan akan digelar dengan meriah dari beberapa waktu lalu, harus ditiadakan atau ditunda. Mendengar kabar tersebut, aku dan panitia event lainnya tentu merasakan hal yang sama. Sedih, bingung, dan amrah. Pasalnya, membuat sebuah acara tidak semudah menjentikkan jari.

Memang terpikirkan untuk menunda atau meniadakan karena merasa jika acaranya tidak berjalan offline, akan sangat membosankan. Bayangkan saja jika semua hal dilakukan tapping dan penonton hanya menonton melalui layar laptop atau hp. Panitia yang datang juga dibatasi. Terlebih, bintang tamu yang sudah digadang-gadang batal datang.

Namun, dari semua kekecewaan itu, beberapa dari kami mencoba untuk mengambil jalan tengah. Ingat sekali sata itu saya dan partner saya di divisi acara mengatakan "Acara konser ini ngga boleh batal. Kita mengonsep acara tujuannya untuk membantu sekolah dan panti asuhan yang terdampak karena pandemi kan? Gimana perasaan dari mereka yang sudah kita janjikan untuk memberikan bantuan?"

Ya, betul. Kami membuat acara konser yang bertujuan untuk membantu sekolah dan panti asuhan yang terdampak pandemi ini. Nilai sosial kami tekankanbetul sebagai goal dari acara tersebut.

Sesaat setelah aku dan partnerku mengatakan hal itu, yang lain terdiam. Ikut berpikir. Kemungkinan terburuk apa yang mungkin terjadi jika kami nekat ingin menyelenggarakan acara konser tersebut. Akhirnya, tercetuslah ide membuat Hybrid Event. Acara yang diselenggarakan dengan live streaming dan menampilkan sebuah video.

Konsepnya sederhana, kami mengajak beberapa komunitas rohani lainnya untuk berpartisipasi dalam konser tersebut secara virtual. Mereka mengirimkan video kepada panitia dari rumah sedangkan 2 penampil utama akan tampil secara live.

Tentu hal tersebut tidak membuat masalah merasa kalah dengan acara kami. Banyak proses yang harus dilalui. Mulai dari mencari komunitas yang sanggup membuat sebuah video bernyanyi secara bersama-sama, koordinasi yang snagat terbatas dengan para pengisi acara, dan kesalahpahaman yang terjadi antar anggota tim karena kurangnya koordinasi.

Tidak ada yang bilang bahwa dengan daring, semua akan lebih mudah. Kesalahpahaman menjadi tamu besar yang sering datang setiap rapat. Berakhir "ngambeg"? Oh iya, itu jelas terjadi.

Namun, hal baik yang kami dapatkan adalah kami dapat mencoba hal di luar batas nyaman kami. Akhir cerita, donasi yang dapat kami kumpulkan adalah sekitar Rp 11.000.000. Tidak terlalu besar namun, cukup untuk membantu target kami di awal.